6 Agustus lalu, kami menghadiri majelis keluarga besar yang rutin diadakan empat bulan sekali.
Oke! Pegang kepalanya! Ups! Maksudnya, dekati ketuanya, yang paling berpengaruh menentukan kebijakan.
Akhirnya, sambil menyuapi Harish yang sedang ingin bermanja, sengaja saya mengambil posisi di dekat beliau.
Saya memanggilnya Mas Luk (Lukman Hakim) karena beliau sepupu. Sekarang sudah bukan walikota Metro lagi, setelah sebelumnya menjabat dua periode. Saya utarakan maksud, dengan mengulurkan buku Kisah Perjalanan Menuju Keluarga Hafidzul Qur’an, sebagai bukti karya sebagai penulis.
Eeeh! Seminggu kemudian, istri beliau, Mbak Nety, kirim pesan via WA, mengapresiasi isi buku tersebut. Akhirnya beliau minta saya mengisi pengajian bulanan di rumahnya, sepuluh hari kemudian, membahas isi buku itu.
Alhamdulillah! Ini sebuah kesempatan yang selalu saya tunggu, berbagi motivasi kepada banyak orang.
Ha ha ha, pengajiannya agak beda, kali ini bukan ceramah, tapi mendengarkan saya bercerita. Semoga memang cerita saya menarik, sehingga tidak terlihat ada yang mengantuk.
Setelah bercerita dan dialog, Mbak Nety memberikan testimoni tentang buku itu, bagaimana beliau menangis saat membacanya, juga keluarga yang dipinjaminya. buku itu mengisahkan perjuangan yang bisa dirasakan oleh pembaca.
Saya terharu! Teringat bagaimana saya menuliskannya sambil menangis, berulang kali membacanya pun, selalu menangis, terutama di bab-bab tertentu. Dan testimoni sejenis sering saya dapatkan.
wah asyik banget ya bisa sharing kepada banyak orang
Salam kensl Heni Puspita, begitulah tesyimoni dari beberapa pembaca, terinspirasi ?
Alhamdulillah, itu salah satu karunia yang membuat bahagia, thanks ?
Salam kenal Mbak. Bukunya inspiratif ya 🙂
Jadi penasaran resensi sama isi bukunya 😀
Lebih asyik kalau baca bukunya he he
Alhamdulillah, semua katunia Allah, Hastira ?