Mendampingi suami bertugas keluar daerah, perlukah?
Berbagai jawaban akan diberikan oleh para istri yang suaminya pernah atau sering bertugas keluar daerah. Tentu dengan berbagai alasan. Bahkan oleh seorang istri, di waktu berbeda bisa memilih dan memberikan alasan yang tidak sama.
Sejak menikah di tahun 1991, saya sering ditinggal suami bertugas ke luar daerah, dan selama ini tidak pernah membersamainya dengan alasan mendampingi. Andaipun pergi bersama, itu karena saya juga mempunyai tugas di waktu dan daerah yang sama, terkadang mengemban tugas yang sama dan bersama-sama.
Setelah hampir 27 tahun menikah, beberapa bulan terakhir ini saya mendampingi suami bertugas ke daerah, benar-benar bertujuan mendampingi, tanpa ada keterlibatan dalam tugasnya.
Hai hai, mengapa berubah? Adakah cemburu menjadi alasannya?
Ha ha ha, baik…mari saya jelaskan.
Dulu dan dulu, setiap suami bertugas keluar daerah, hanya pergi seorang diri atau bersama teman lelaki atau serombongan dengan teman laki-laki dan perempuan. Apa perlunya saya mendampingi? Bahkan mungkin hanya menambah anggaran untuk biaya transportasi dan akomodasi. Bisa jadi justru merepotkan karena harus membantu saya mengurus bayi dan atau anak.
Bagaimana dengan hari-hari belakangan ini? Mengapa saya mengambil keputusan mendampinginya?
Sebagai asesor BAN PAUD,…eh, jangan tanya apa itu BAN PAUD, ya? Itu tugasnya dan saya hanya tahu sedikit untuk bisa menjelaskan, intinya, beliau bertugas sebagai tim penilai bagi lembaga pendidikan usia dini (PAUD) yang mengajukan akreditasi. Begitulah, saya tidak menyibukkan diri ingin tahu apa tugasnya secara detail, lha, untuk apa juga?
Apa hubungan tugasnya dengan keputusan saya harus mendampinginya?
Ternyata, dalam tim asesor, jumlah prianya hanya sedikit, sedangkan dalam visitasi, diutus 2 orang untuk melakukan penilaian. Siapa pasangannya, asesor tidak bisa memilih. Dengan komposisi njomplang, sangat kecil kemungkinan kalau suami bisa berpasangan dengan asesor pria.
Jadi alasannya cemburu?
Ha ha ha, mungkin! Tapi bukan itu faktor utamanya.
Pendampingan ini lebih pada proses perjalanannya. Bayangkan, perjalanan darat 2 sd 3 jam hanya berdua dalam satu mobil? Andai saya di posisi asesor wanita yang berpasangan dengan suami, tentu merasakan risih dan tidak nyaman. Andai di posisi suami, pun begitu. Bagaimana dengan suami dari asesor wanita tersebut? Tentu, jika dia seorang yang memiliki rasa cemburu, was-was juga. Belum lagi peluang fitnah yang sangat mudah muncul di zaman ini.
Bukan! Bukan tidak percaya pada suami! Kalau tidak percaya, masa iya rumah tangga bertahan hingga hampir 27 tahun?
Satu alasan terkuat saya, selain pertimbangan-pertimbangan di atas, yaitu menjalankan salah satu syari’ah. Tidak membiarkan suami berdua-dua dengan wanita yang bukan mahram. Hanya selama di perjalanan.
โIngatlah, bahwa tidaklah seorang laki-laki itu berkhalwat dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan.โ (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim).
Ih! Kuno amat?
Biarin! Wk wk wk.
Di perjalanan, saya menjadi teman ngobrol. Dari dua asesor yang pernah jadi pasangan tugas suami, keduanya asyik-asyik aja jadi teman ngobrol, bahkan yang katanya pendiam sekalipun.
Apa yang saya kerjakan setelah di lokasi?
Di lembaga yang akan dinilai, asesor bekerja bersama-sama dengan pengelola dan guru-guru PAUD. Dari jam 8 pagi hingga selesai. Lamanya tergantung kondisi lembaga, ada yang jam 15.00 selesai, tapi ada juga yang sampai jam 19.00 baru tuntas. Banyak faktor yang menentukan, baik itu internal, yaitu kesiapan perangkat yang akan diperiksa, juga tergantung jaringan internet dan server.
Apa yang saya lakukan untuk membunuh waktu? Ups! Sadis!
Tergantung situasi. Jika beruntung, lokasi lembaga ada di sekitar tempat-tempat yang unik dan bagus untuk dikunjungi, juga ada yang menemani, saya akan mengeksplore untuk jadi bahan tulisan.
Jika situasi kurang memungkinkan, saya akan berlama-lama dengan buku yang dibawa atau ketak ketik di tab. Jika beruntung di daerah dengan jaringan internet bagus, bolehlah bermedsos ria. Upload foto di ig atau chattingan. Asyik, kan?
Apa tidak menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi?
Ooh, tidak. Ikut atau tidaknya saya, anggaran tidak berubah, karena sudah ditentukan sesuai tugas.
Saya bersyukur, ini rizki yang sangat sesuai dengan kondisi. Di mana anak-anak sudah mandiri, bisa ditinggal pergi jauh, Allah beri kesempatan tanpa harus menabung atau menggunakan jatah belanja dapur.
Dulu, saat masih muda (cieeee…ngaku, sekarang sudah tua, he he he), saya tidak terlalu suka bepergian. Dalam persepsi saya, bepergian jauh itu hanya dapat cape dan menghabis-habiskan dana! Bahkan, saya merasa sebagai orang rumahan, yang tidak suka jalan-jalan. Setelah dipikir-pikir, ya wajar kalau cape, lha kalau pergi selalu bawa bayi dan atau anak kecil!
Kini, sejak sibungsu masuk SD, dengan ringan hati saya pergi untuk berbagai keperluan, baik sendiri atau bersama suami. Kegiatan ini semakin saya nikmati sejak bergabung dengan komunitas Tapis Blogger, seakan tertular karakter blogger yang suka jalan untuk mencari bahan tulisan.
Kembali ke pokok persoalan, perlukah mendampingi suami ketika bertugas ke luar daerah? Dengan kondisi yang saya ceritakan, sepertinya harus diupayakan untuk mendampingi. Bahkan, pernah di satu kesempatan, saya ada tugas lain sehingga tidak bisa mendampingi, maka saya utus anak gadis saya untuk menggantikan, menemani perjalanan mereka.
Di zaman yang sangat rawan fitnah, saya sangat menganjurkan untuk lebih memperhatikan kesehatan komunikasi suami istri, karena di situlah kunci keselamatan sebuah rumah tangga. Termasuk di dalamnya mengomunikasikan kondisi LDR yang harus dijalani dengan berbagai sebab.
Wah, iya banget Mbak. Saya juga asal suami gak masalah dan dari tempat kerja juga membolehkan, ya mau mau aja ikut suami. Asal fokus juga, anak2 jangan sampai mengganggu kegiatan suami. Mantap Mbak. Moga saya dan suami juga langgeng seperti mbak yaa ๐ ๐
Aamiin, kadang kita lupa menikmati hidup dengan memanfaatkan kesempatan yang ada.
Kalau ku adalah ibu rumah tangga tanpa tanggungan pekerjaan dan karir sih bakal ikut kemana aja doi peegi, mi. Tapi kukan bekerja utk jaga kewarasan haha
waduh! Jangan-jangan Umi nggak terjaga kewarasannya, eeeeh, Umi kan kerja juga, kantornya di kamar wk wk wk
Kalo saya dinas cuman sehari istri mendingan dirumah mi. Soale kalo ikut bakal capek di jalan doang. Kecuali kalo tugas belajar lagi. Nah istri wajib ikutan. Secara istri mengambil peran sebagai ibu bekerja diranah domestik.
Sesuai kasus, dalam hal ini suami perlu ditemani diperjalanan, karena hanya berdua dengan teman kerjanya perempuan.
Kalau memungkinkan didampingi lebih baik didampingi ya mbak. Biar tenang. Gmn juga kalau seseorang yg terpenting ada didekatnya pasti akan tenang.
Duuh.. Jadi sok tau gini aku ๐
Bener, semua itu sebagai bentuk dukungan dan saling menolong dan menjaga di jalan kebaikan.
Seru banget Umi kisah perjalanannya apalagi berdampingan dengan suami jadi dapat double. jalan-jalan bareng suami dan juga piknik hehehe. Aku juga pengen deh, apaiya ya harus nunggu si bungsu SD dulu ya
ha ha ha, iya, seru banget. Nggak sama Mbak, kondisi kita kan beda-beda, Abi bukan orang kantoran yg dipindah tugaskan, cumasekali-sekali ada amanah keluar daerah.
Saya seh belum pernah, mendampingi karena papinya TJ (leantoro) gak pernah stay lama kalo jauh dinesnya.. paling lama 2 minggu udah pulang.
Sama, Mbak, ini juga ga sampe seminggu, kasuistik aja, hanya mendampingi selama di perjalanan
Umi… favorit, deh. Makasih Umi atas pencerahannya kepada aku yang masih jombsss wkwk
semoga cepat lewat jombsssnya wk wk wk