Jangan samakan makna dari setiap tetes air mata yang mengembun dari netra perempuan
10 Desember 2018
Hampir jam 16.30, bus mulai bergerak meninggalkan terminal Boyolali, menuju arah Semarang. Saya bersiap-siap melihat pondok yang telah menjadi saksi, bagaimana Hany dan Husna menunjukkan baktinya pada perempuan yang telah ditunjuk Allah mengantarkannya ke dunia.
Kunjungan kali ini terasa bagai kilat, serba cepat bahkan tergesa-gesa. Tak ada kesempatan duduk-duduk di saung, seperti biasanya. Hanya ruang UKS, kamar mandi dan kantor yayasan, oh…sempat mampir ke rumah Ummah. Tak sempat foto-foto mengungkap kegembiraan dan kirim ke wa grup keluarga seperti biasanya.
Sempat ragu, saat pagi tadi menentukan, kapan pulang. Telpon ke agen bus, belum langsung di jawab, adakah kursi untuk ke Lampung hari ini dan jam keberangkatan. Hal itu menguntungkan, mengingat urusan belum selesai. Tetapi, setelah wawancara, saya memberanikan diri mengambil keputusan pulang sore harinya. Cukup menginap satu malam.
Kilas balik kejadian kemarin hingga tadi pagi, membayang dalam pelupuk mata. Kalau saja…tanpa terasa, embun bening perlahan menetes di pipi. Untunglah, pria yang duduk di sebelah, tidur dan saya duduk di sisi jendela, sehingga mudah menyembunyikan wajah dari pandangan penumpang lain. Kalau saja Allah tidak memberikan keajaiban, mungkin saat ini saya sedang terbaring di klinik dengan infus yang saya menggantung di sisi pembaringan, atau…kalau Hany panik dan salah mengambil keputusan, mungkin saya pulang…tinggal nama.
Astaghfirullah…Alhamdulillah.
Syukur tiada tara, mengingat anugerah Allah berupa penjagaan dan bimbingan-Nya, sehingga anak-anak memilih tempat belajar yang membuat kami relatif tenang. Di zaman yang membuat orang tua selalu was-was akan perkembangan anak-anaknya karena pengaruh pergaulan dan kemajuan teknologi yang kurang bijak dalam memanfaatkannya, mereka berada di bawah bimbingan para pendidik yang takut kepada Allah.
Syukur tiada tara, dalam perjalanan diberi banyak kemudahan dan kesehatan, perlindungan dari berbagai gangguan makhluknya. Pergi tanpa ditemani mahram, bukan karena dengan sengaja melanggar syariat, tetapi itulah yang paling mungkin dilakukan dalam kondisi saat ini. Berusaha memilih transportasi yang relatif terpercaya, perusahaan resmi yang jelas alamatnya jika terjadi hal-hal yang tak diharapan. Rombongan yang besar, walau tidak saling kenal sebelumnya. Mengirimkan foto tiket dan bus yang dinaiki ke grup whattsapp keluarga, agar mudah melacaknya jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Satu lagi yang terpenting, bahwa perjalanan ini bukan dalam rangka bermaksiat kepada Allah!
Dalam perjalanan pulang, selera membaca turun drastis, mungkin terganggu dengan gagang kacamata yang patah sebelah, walaupun masih bisa digunakan, tetapi lebih pada mengikuti keinginan hati. Merenungi takdir yang Allah tentukan selama hampir tiga hari ini. Pelajaran apa yang Allah inginkan untuk saya pahami?
Semakin menambah pemahaman bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala kehendak-Nya. Apalah daya seorang hamba jika Dia menghendaki sesuatu yang tak seperti keinginannya? Tak ada!
Sehat, sakit, mati, semua ada dalam genggaman-Nya, walau bisa dipelajari dan coba didekati dengan analisa akal, tetapi akal manusia tak akan mampu menembus takdir yang belum terjadi.
Kesimpulannya?
Buatlah rencana sebaik mungkin, sedetail-detailnya, tetapi jangan pernah sombong dan mengklaim pasti berhasil, karena itu wilayah wewenang Allah. Mohon petunjuk saat membuat rencana, berdoa untuk hasil yang terbaik dan bersiap dengan dua kemungkinan, terbaik menurut Allah sama dengan harapan atau terbaik menurut Allah, bukan takdir yang kita harapkan.
Dan…maut itu…selalu mengintai. Dia bisa datang dimanapun, kapanpun, tanpa harus memberi alarm sebelumnya. Ada yang datang bersama kesedihan, tapi tak menutup kemungkinan dalam suasana kegembiraan. Itu sebabnya, kita harus berupaya untuk selalu ada dalam ketaatan, minimal selalu berusaha sekuat tenaga menghindari kemaksiatan. Harapan dan doa untuk mati dalam kondisi husnul khotimah, harus dibarengi dengan usaha, selalu berada dalam situasi kebaikan. Baik dalam hal batin/suasana hati, maupun aktivitas.
***
Perjalanan pulang relatif lancar, hingga…ketika bus sampai di Kalianda, sekitar 2 jam sebelum sampai rumah, Hany mengirim pesan lewat wa.
“Gini tho, rasanya vertigo.”
Subhanallah!
Kembali air mata bederai, kali ini lebih sulit dibendung. Ingat bagaimana kemarin, dari Ahad pagi sampai Senin sore, Hany seperti tidak ada istirahatnya, kecuali malam hari, setelah melihat saya tidur. Terakhir, mengantarkan saya ke terminal dalam udara dingin setelah hujan, tanpa jaket, dengan kecepatan lumayan tinggi, perasaan khawatir, yang itu semua menjadi sebab menurunnya daya tahan tubuh.
Ya Allah, tolong jaga Hany, beri kesehatan dan kekuatan. Ampuni dosa-dosanya, berkahi kehidupannya.
Seperti tak ingin bibir ini berhenti bermohon, sampai saya ingat untuk melakukan sesuatu.
“Ngapunten, nyuwun tulung, Aul sakit.” Saya kirim pesan ke Ummah. Alhamdulillah sedang online.
Beliau segera ke kamar Hany.
“Insyaallah, semoga tidak pingsan lagi Umi,…Aul sedang tidur.”
Alhamdulillah, sedikit lega. Memang beberapa hari sebelumnya, Hany pingsan saat sedang latihan persiapan longmarch. Airmata masih terus keluar, meski sedikit. Dalam kondisi seperti ini, saya sulit menahan tangis. Saya tidak bisa melakukan apa-apa. Berbeda jika situasi sulit ada di depan mata, tanpa menangis, segera ambil tindakan.
Saya anggap Hany belum bangun, saat tidak mnjawab pesan.
Menjelang dzuhur, saya turun di pool, suami dan Harish sudah menunggu. Alhamdulillah, saya masih merasa sehat. Setelah mandi dan sholat, baru terasa sekujur badan pegal-pegal dan kepala terasa berat. Suami segera menerapi dengan jurus pijat andalannya, kemudian menyuruh saya istirahat, setelah makan siang.
Sore hari, Hany baru membalas pesan.
Kondisinya sudah agak membaik. Saya segera memberi petunjuk, apa-apa yang harus dilakukan penolongnya, entah itu Husna atau teman sekamarnya.
Alhamdulillah, walau di rumah saya butuh istirahat, di sana Hany dalam proses penyembuhan, insyaallah semua adalah yang terbaik. Tujuan perjalanan sudah tercapai, dan sebuah kesadaran tambahan, bahwa saya semakin tua dan umur tidak berbohong, signifikan dengan kekuatan fisik.
Hanya selang dua tahun dari pertama saya melakukan perjalanan Lampung-Boyolli, tetapi efek perjalanannya jauh berbeda.
Saya agak kesulitan menangkap makna tulisan Umi. Tapi sharing saja, bulan November lalu saya juga kena vertigo sampai diinfus di klinik dan diminta periksa ke THT. Sampai skrg belum sempat sih, tapi pengalaman sakitnya itu subhanallah… Anak saya sampai skrg masih sering tanya kalau saya sudah mulai diam, “apa Umi akan muntah-muntah? Umi harus ke dokter supaya tidak muntah.”
Sepertinya, setiap kita diberi penyakit yang harusnya menjadi sarana kita tadabur dan tafakur untuk lebih mendekat kepada Allah.
saya setuju dengan istilah umi ini ” Buatlah rencana sebaik mungkin, sedetail-detailnya, tetapi jangan pernah sombong dan mengklaim pasti berhasil, karena itu wilayah wewenang Allah” . yang penting berusaha, masalah hasil itu Kuasa Allah
Semakin lama menjalani hidup, kesimpulan itu semakin kita yakini
subhanallah,, tulisan umi neny memang luar biasa. sangat menyentuh
Kadang-kadang, baper itu menular. Trims Akang Putra
Rencana Allah adalah yang terbaik, kita juga harus berusaha
Yap, bener banget
Sejatinya berusaha juga berencana adalah hak kita. Yang penting tetap ingat bahwa ada yang mengatur. Dan saat ingin bepergian, jangan lupa untuk melihat kondisi kesehatan agar tetap sehat. Saat sehat ingatlah sakit.
Iya, benar sekali. Ikhtiar dan doa adalah wilayah makhluk sedang takdir sepenuhnya hak Allah
maasyaalllah umi.. perjuangan ya mi menyekolahkan anak.. kadang gak pengen anak liat air mata kita netes di depan mereka, khawatir jadi pikiran dan memberatkan. aku setuju banget mi manusia hanya bisa berencana, tapi jangan sombong. karena ada campur tangan allah dalam tiap usaha dan hasil yang nantinya akan kita dapatkan.
Iya, dalam kondisi tertentu, Umi memang super baper
makasih sharingnya ya Mi, jadi merasa perlu banget mendesign kembali rencana sedetail mungkin walau semua selalu ada Allah yang mengaturnya. Tapi, kita perlu waspada. Aku kalau kena vertigo aduuuh nyeri banget hiks… Semoga Umi dan Hasna juga selalu sehat
Makasih sharingnya ya Mi, jadi merasa perlu banget mendesign kembali rencana sedetail mungkin walau semua selalu ada Allah yang mengaturnya. Tapi, kita perlu waspada. Aku kalau kena vertigo aduuuh nyeri banget hiks… Semoga Umi dan Hasna juga selalu sehat ya Mi. Doakan aku juga
Aamiin, kita benar-benar merasa butuh menjaga kesehatan, saat banyak tanggung jawab yang harus diselesaikan. Emak ga boleh sakit
Masya Alloh, luar biasa pengalamannya. Saya juga skrg kalau ditempa penyakit, nikmatin saja. Hehe
Sakit itu bentuk kasih sayang-Nya, untuk menghapus dosa-dosa kita
Kasih seorang ibu memang tiada tara, semoga setiap tetes air matanya menjadi berkah untuk anak dan keluarga.
Aamiin, doamuntuk semua ibu hebat yang ikhlas mendidik anak-anaknya